Surabaya,http://kabarhits.id
Dugaan pungutan liar (pungli) dalam perayaan akhir tahun di sebuah SMP Negeri di Surabaya tengah menjadi sorotan. Dewan Pendidikan Ali Yusa, melalui keterangan resminya, memberikan tanggapan terkait polemik ini yang sempat memicu demonstrasi mahasiswa.
“Perayaan kelulusan seharusnya menjadi momen berharga bagi siswa,” ujar perwakilan Dewan Pendidikan Ali Yusa. “Namun, praktik pungutan biaya yang kontroversial seringkali menodai momen penting ini. Dugaan pungli muncul ketika kepala sekolah, secara langsung atau tidak langsung, mewajibkan orang tua/wali siswa membayar biaya perayaan tanpa musyawarah atau persetujuan komite sekolah. Ini jelas menimbulkan keresahan dan mempertanyakan legalitasnya.”
Dewan Pendidikan Ali Yusa menekankan bahwa pungutan tanpa dasar hukum yang jelas dan tanpa partisipasi orang tua siswa merupakan tindakan yang tidak tepat.
Hal ini bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang mengatur bahwa pungutan hanya boleh dilakukan melalui komite sekolah dan bersifat sukarela, bukan kewajiban.
Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan juga menegaskan hal serupa, menekankan transparansi dan larangan pungutan yang memberatkan peserta didik.
Lebih lanjut, Dewan Pendidikan Yusa menyoroti pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan sekolah. “Setiap keputusan terkait keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka,” tegas perwakilan Dewan Pendidikan Yusa. “Kepala sekolah wajib menyampaikan rincian anggaran dan melibatkan komite sekolah serta perwakilan orang tua dalam pengambilan keputusan.”
Praktik pungli, menurut Dewan Pendidikan Yusa, juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pemberantasan Pungutan Liar. Selain itu, praktik ini juga berpotensi mendiskriminasi siswa dari keluarga kurang mampu, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Menanggapi hal tersebut, pantauan langsung anggota DPRD Kota Surabaya dan anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur di sekolah yang dituju menunjukkan tidak adanya dugaan pungli. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh komite sekolah dan bersifat sukarela, dengan siswa yang tidak mampu dibebaskan dari kewajiban membayar.
Dewan Pendidikan Yusa mendorong terciptanya akuntabilitas, transparansi, dan kepatutan dalam pendidikan untuk mewujudkan sekolah Pancasila. Perayaan kelulusan, menurut mereka, seharusnya bersifat inklusif dan sederhana, menekankan nilai edukatif, partisipatif, dan gotong royong. Kerja sama antara masyarakat, komite sekolah, dan dinas pendidikan sangat penting untuk mencegah praktik-praktik pungli dan menjaga integritas dunia pendidikan. * sbt