Sidang Senpi, Ketegangan Meningkat Antara PT Conblock dan Muhammad Ali

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email

Surabaya ,http://kabarhits. id
Sidang gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan nomor perkara 383/Pdt.G/2025/PN Sby terkait kepemilikan senjata api (senpi) jenis Glock 43 kaliber 32 antara Muhammad Ali dan PT Conblock Indonesia Persada semakin memanas. Sidang yang digelar di ruang Kartika, menghadirkan saksi Ivan Kristianto.

Majelis hakim menyoroti legalitas kepemilikan senjata api tersebut. Analogi kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) kendaraan menjadi sorotan. “Jika SIM kendaraan dibayar dan diajukan, apakah tetap atas nama yang mengajukan?” tanya hakim, yang dijawab saksi, “Betul, Yang Mulia.”

Sempat terjadi ketegangan saat kuasa hukum Muhammad Ali menolak gugatan rekonvensi dari pihak tergugat. Namun, hakim anggota Nurcolis menilai rekonvensi tersebut masih relevan karena berkaitan langsung dengan objek perkara, yaitu senjata api.

Saksi Ivan Setiawan menjelaskan bahwa Muhammad Ali bukanlah karyawan PT Conblock, apalagi menjabat sebagai direktur. “Saya kenal Ali karena pernah datang ke kantor, dan dia bukan pegawai,” ujarnya. Ivan juga mengaku pernah melihat Ali membawa senjata api ke kantor pada Maret 2024 dan ikut latihan menembak bersama Ali dan seorang karyawan bernama Wiwit pada Agustus 2024. “Saya bayar peluru yang saya pakai saat latihan menembak di Polda Jatim. Waktu itu instrukturnya Pak Poli,” tambahnya.

Kuasa hukum PT Conblock mengungkapkan bahwa dana pembelian senjata api mengalir ke Ali melalui Justini Hudaya. “Justini Hudaya mengeluarkan kasbon Rp320 juta untuk pembelian senpi, serta ada transfer Rp10,5 juta kepada Ali untuk perpanjangan izin. Namun, senjata tak kunjung dikembalikan ke perusahaan setelah satu tahun untuk dialihkan kepada penanggung jawab baru,” jelasnya. Ia menambahkan, “Rencananya, setelah setahun senpi akan dialihkan ke saya sebagai PIC pengganti. Tapi itu tidak pernah terjadi, karena senjata tidak dikembalikan.”

Dalam dokumen penyerahan senjata api ke Polda, Ali menyatakan senjata tersebut dibeli dengan uang pribadinya. Kuasa hukum PT Conblock, Nanang Abdi, menilai pernyataan tersebut bertolak belakang dengan fakta persidangan. “Ali bilang ke Polda senjata dibeli dengan uang sendiri. Tapi di persidangan, terungkap permintaan dana dari Justini hingga ratusan juta. Ada rekaman telepon yang kita hadirkan, termasuk permintaan tambahan dana Rp300 juta,” ungkapnya.

Nanang juga menjelaskan bahwa jabatan Direktur yang disematkan kepada Ali hanyalah formalitas untuk memuluskan pengurusan izin.

“Seandainya tidak ada larangan WNI Tionghoa memiliki senpi, tentu izin sejak awal atas nama klien kami, bukan meminjam nama. Ali juga bukan pengawal pribadi atau bodyguard dari Bu Justini,” tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum Muhammad Ali, Andi Darti, menegaskan bahwa kepemilikan senjata api untuk bela diri tidak bisa atas nama perusahaan. “Jadi, atas dasar apa PT Conblock mengklaim senjata itu milik mereka? Senpi bukan aset badan hukum. Izin yang keluar pun atas nama klien kami, Muhammad Ali,” tegasnya. Darti menambahkan bahwa Ali dan perusahaan saling membutuhkan. “Mereka memiliki beberapa perkara sering dibantu Pak Ali, dari situ lah dipandang boleh Yust .*

Berita Terkait

Scroll to Top