Sidang Kasus Pemalsuan Akta: Terdakwa Pertanyakan Inkonsistensi Tuntutan Jaksa

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email

Surabaya,http://kabarhits.id
Sidang lanjutan kasus dugaan pemalsuan akta otentik dengan terdakwa R. Dadang Koesboedi Witjaksono, S.H., di Pengadilan Negeri Surabaya (20/3/2025) diwarnai pertanyaan tajam dari terdakwa terkait perbedaan signifikan antara tuntutan awal Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan tuntutan akhir di persidangan.

Awalnya, menurut terdakwa, penyidik Polrestabes Surabaya menyatakan “tidak ada pihak yang dirugikan” dalam kasus ini. Namun, saat berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan (Tahap II), JPU dari Kejaksaan Negeri Surabaya mengindikasikan tuntutan yang relatif ringan, sekitar enam bulan penjara.

Terdakwa mengungkapkan hal ini dalam persidangan: “Jaksa menyampaikan bahwa kasus yang menjerat dirinya tergolong ringan, dengan estimasi tuntutan sekitar enam bulan.”

Namun, betapa terkejutnya terdakwa ketika JPU Dedy Arisandi, SH., MH., menuntutnya dengan hukuman 3 tahun penjara. Terdakwa mempertanyakan hal ini di hadapan majelis hakim: “Tetapi mengapa dalam tuntutan yang dibacakan kemarin, Penuntut Umum, Dedy Arisandi,SH.,MH., dalam tuntutannya saya dengan hukuman 3 tahun penjara? Ada apa dengan Penuntut Umum?” Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pertimbangan hukum JPU.

Kasus ini berpusat pada Akta Pembagian Warisan (PAW) yang diduga dibuat dengan keterangan palsu oleh Tuhfatul Mursalah, pelapor. PAW tersebut menyatakan empat saudara kandung Tuhfatul tidak pernah menikah dan memiliki anak, yang kemudian digunakan untuk mengklaim aset di Jalan Manukan Lor.

Namun, menurut kuasa hukum terdakwa, Budiyanto, S.H., tanah dan bangunan tersebut adalah aset Perum Perumnas yang dikelola Yayasan Pendidikan Dorowati sejak 1982, bukan warisan. Lebih lanjut, pelapor tidak pernah tercatat sebagai pengurus yayasan. Upayanya untuk menguasai lahan melalui jalur administratif gagal, sehingga ia melaporkan terdakwa ke kepolisian.

Kuasa hukum terdakwa menekankan bahwa kliennya, sebagai notaris, tidak berniat jahat dan kesalahan administratif seharusnya diselesaikan lewat jalur perdata atau kode etik notaris, bukan pidana.

Mereka juga menunjuk pada putusan Mahkamah Agung yang membatalkan PAW pelapor karena keterangan palsu. Dengan demikian, mereka memohon pembebasan kliennya dari segala tuntutan.

Sidang yang telah berlangsung sejak 15 Januari 2025 ini menyoroti sengketa aset pendidikan di Surabaya. Majelis hakim akan segera membacakan putusan yang akan menentukan nasib hukum terdakwa.* rhy

Berita Terkait

Scroll to Top